“Engkau adalah cahaya yang tak pernah padam, penuntun hati yang gelap menuju terang. Ya Rasulullah, shalawat dan salam senantiasa tercurah untukmu.”
Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan tradisi yang telah berakar dalam kehidupan umat Islam sejak berabad-abad lalu. Ia lahir dari dorongan rasa cinta, penghormatan, dan kerinduan kepada Rasulullah ﷺ, sosok yang membawa risalah Islam dan menjadi teladan bagi seluruh manusia.
Masa Rasulullah dan Para Sahabat
Pada masa Nabi Muhammad ﷺ sendiri, tidak ada perayaan khusus pada hari kelahiran beliau. Namun, beliau berpuasa setiap hari Senin. Ketika ditanya sebabnya, Nabi ﷺ menjawab:
...ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ -أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
"Itu adalah hari aku dilahirkan dan hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku." (HR. Muslim).
Inilah dasar pertama yang kemudian dijadikan
landasan oleh sebagian ulama bahwa memperingati kelahiran Nabi ﷺ
merupakan bentuk syukur dan pengagungan terhadap nikmat Allah.
Perkembangan di Zaman Dinasti Islam
Tradisi Maulid dalam bentuk perayaan mulai dikenal pada abad ke-4 hingga 7 Hijriyah. Sejarah mencatat bahwa salah satu yang mempopulerkan peringatan Maulid adalah penguasa dari Dinasti Fathimiyah di Mesir (bermadzhab Syiah Ismailiyah). Mereka menyelenggarakan perayaan hari kelahiran tokoh-tokoh penting, termasuk Nabi Muhammad ﷺ.
Namun, bentuk Maulid yang lebih mirip dengan
tradisi yang berkembang di dunia Islam Sunni dipopulerkan oleh Sultan al-Muẓaffar
Abu Sa‘īd Kaukabri bin Zainuddin ‘Ali (w. 630 H) dari Irak (Erbil). Menurut
catatan sejarawan Ibn Katsir dan Ibn Khallikan, Sultan al-Muẓaffar
mengadakan perayaan Maulid Nabi dengan sangat meriah, penuh jamuan, pembacaan
syair-syair pujian, serta majelis ilmu.
Peran Ulama dan Para Penulis Maulid
Tradisi ini kemudian mendapat legitimasi dari
sejumlah ulama besar. Di antara yang terkenal adalah:
Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H), yang menulis Husn al-Maqshid fi ‘Amal al-Mawlid, menyatakan bahwa peringatan Maulid adalah bid‘ah hasanah bila diisi dengan tilawah Al-Qur’an, dzikir, sedekah, dan ungkapan syukur.
الجواب: عندي أن أصل عمل المولد – الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن، ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم، وما وقع في مولده من الآيات، ثم يمد لهم سماط يأكلونه، وينصرفون من غير زيادة على ذلك – هو من البدع الحسنة التي يُثاب عليها صاحبها؛ لما فيها من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم، وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.
Ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H), seorang ulama hadis terkemuka, juga berpendapat bahwa Maulid termasuk amalan baik selama dijauhkan dari kemungkaran.
Para ulama penyair menuliskan karya Maulid
yang hingga kini masih dibacakan, seperti Maulid ad-Diba‘i, Maulid al-Barzanji,
dan Maulid Simthud Durar.
Penyebaran ke Dunia Islam
Dari Irak dan Mesir, tradisi Maulid menyebar ke berbagai wilayah Islam:
Di Turki Utsmani, Maulid dikenal dengan nama Mevlid Kandili dan menjadi perayaan resmi negara.
Di wilayah Nusantara, tradisi Maulid dibawa oleh para ulama dan wali sejak abad ke-15, seperti Wali Songo. Berbagai daerah mengembangkan tradisi khas, misalnya Sekaten di Jawa, Maudu Lompoa di Sulawesi, dan Baayun Maulid di Kalimantan.
Makna dan Spirit Maulid
Hakikat Maulid bukan semata perayaan lahiriah,
melainkan momentum untuk meneguhkan cinta kepada Rasulullah ﷺ. Dalam
Maulid, umat Islam mengingat keteladanan beliau, memperbanyak shalawat, serta
menumbuhkan rasa syukur atas diutusnya Nabi sebagai rahmat bagi semesta alam.
Dalil Penyelenggaraan Maulid Nabi ﷺ
Para ulama Ahlussunnah telah banyak memberikan
penjelasan terkait kebolehan Maulid. Mereka mendasarkan pendapatnya pada
prinsip syukur, pengagungan Nabi ﷺ, serta kaidah bid‘ah hasanah.
1. Hadis Puasa Hari Senin
Rasulullah ﷺ bersabda ketika
ditanya tentang puasa Senin:
...ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ -أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
"Itu adalah hari aku dilahirkan, dan pada hari itu pula aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku."(HR. Muslim, Shahih Muslim, Kitab ash-Shiyam, no. 1162).
Imam Ibn Rajab
al-Hanbali (w. 795 H) dalam Lathâ’if al-Ma‘ârif (hal. 98) menjelaskan bahwa
hadis ini menunjukkan keutamaan hari kelahiran Nabi ﷺ, dan
memperingatinya dengan amal ketaatan termasuk bentuk syukur.
2. Perintah Bersyukur atas Nikmat
Allah Ta‘ala berfirman:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka
kabarkanlah." (QS. Adh-Dhuha: 11).
Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H) menulis kitab Husn al-Maqshid fi ‘Amal al-Mawlid (hal. 51–53, cet. Maktabah al-Ma‘arif, Rabat) bahwa memperingati Maulid adalah bentuk syukur atas nikmat terbesar berupa kelahiran Nabi ﷺ.
3. Perintah Mengagungkan Nabi ﷺ
Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat
atas Nabi. Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kalian atasnya dan
ucapkanlah salam penghormatan." (QS. Al-Ahzab: 56).
Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani (w.
852 H) dalam al-Hâwî lil-Fatâwî (juz 1, hal. 251, karya as-Suyuthi yang memuat
pendapat beliau) menyebutkan:
قال الحافظ ابن حجر: أصل عمل المولد بدعة لم تُنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنه مع ذلك مشتمل على محاسن وضدها، فمن تحرّى في عمله المحاسن وتجنّب ضدها كان بدعة حسنة، وإلا فلا
"Asal perbuatan Maulid adalah bid‘ah, namun mengandung kebaikan dan keburukan. Maka siapa yang berusaha melakukannya dengan kebaikan serta menjauhi keburukan, itu adalah bid‘ah hasanah."
4. Kaidah Bid‘ah Hasanah
Sayyidina Umar bin Khattab r.a. berkata ketika mengumpulkan
orang shalat tarawih berjamaah:
فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
"Sebaik-baik bid‘ah adalah ini." (HR. Bukhari,
Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tarawih, no. 2010).
Imam al-‘Izz ibn ‘Abd al-Salam (w.
660 H) dalam Qawâ‘id al-Ahkâm fi Mashâlih al-Anâm (juz 2, hal. 204) membagi
bid‘ah menjadi lima hukum: wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
والبدعة منقسمة إلى واجبة، ومحرمة، ومندوبة، ومكروهة، ومباحة.
فالطريقة في ذلك أن تُعرض البدعة على قواعد الشريعة، فإن دخلت في قواعد الإيجاب فهي واجبة، وإن دخلت في قواعد التحريم فهي محرمة، وإن دخلت في قواعد الندب فهي مندوبة، وإن دخلت في قواعد الكراهة فهي مكروهة، وإن دخلت في قواعد الإباحة فهي مباحة
Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam
Tahdzîb al-Asmâ’ wal-Lughât (juz 3, hal. 22) juga menegaskan pembagian bid‘ah
ini. Dari sinilah tradisi Maulid dinilai sebagai bid‘ah hasanah bila berisi
kebaikan.
Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi ﷺ hendaknya dijadikan momentum memperkuat iman, memperbanyak shalawat, dan meneladani akhlak beliau dalam kehidupan sehari-hari.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan sarana menumbuhkan cinta kepada Rasulullah ﷺ. Selama diisi dengan amal kebaikan, ia menjadi wujud nyata dari rasa syukur atas nikmat terbesar: diutusnya Nabi Muhammad ﷺ sebagai rahmat bagi seluruh alam.
* Jika tulisan ini bermanfaat, jangan ragu untuk membagikan ke teman-temanmu, ya! Dan tinggalkan komentarmu dibawah, karena satu komentar darimu bisa jadi penyemangat kami untuk terus menulis artikel bermanfaat lainnya.
Referensi
- Al-Qur'an: QS. Adh-Dhuha: 11, QS. Al-Ahzab: 56.
- Hadis: HR. Muslim, Shahih Muslim, Kitab ash-Shiyam, no. 1162, HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tarawih, no. 2010.
- al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn. Ḥusn al-Maqṣid fī ‘Amal al-Mawlid. Dalam al-Ḥāwī lil-Fatāwī, juz 1, ḥal. 251. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000.
- Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī. al-Ḥāwī lil-Fatāwī, karya al-Suyūṭī, juz 1, ḥal. 251. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000.
- al-‘Izz ibn ‘Abd al-Salām. Qawā‘id al-Aḥkām fī Maṣāliḥ al-Anām. Juz 2. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999.
0 Komentar