![]() |
Simbol estetika dan kedalaman ilmu tata bahasa Arab (nahwu) |
Tulisan ini berusaha menjelaskan perbedaan tersebut berdasarkan kajian morfologi bahasa Arab dan beberapa pertimbangan kaidah fonetik serta keseragaman bentuk.
Asal-Usul Bentuk Tatsniyah dan Jamak
Secara historis, bentuk tatsniyah berasal dari penggabungan dua kata secara langsung (yang dikenal dalam nahwu sebagai ‘athf). Contohnya, kalimat “قَامَ الزَّيْدَانِ” (dua orang Zaid berdiri) awalnya adalah “قَامَ زَيْدٌ وَزَيْدٌ” (Zaid dan Zaid berdiri). Namun, orang Arab kemudian menyederhanakannya agar lebih ringkas, dengan menghapus salah satu nama dan mengganti dengan akhiran khusus (alif dan nun) yang menunjukkan bahwa subjeknya dua orang.
Lebih jelas, Ibnu 'Aqil dalam kitabnya mendifinisikan tasniyah sebagai berikut:
لفظ دال على اثنين بزيادة في آخره صالح للتجريد وعطف مثله عليه
"Lafadh yang menunjukkan dua (benda atau orang) dengan ada tambahan (alif dan Nun) diakhirnya dan lafadh tambahan tersebut bisa dihilangkan (tanpa merusakkan kalimatnya) dan bisa dipisahkan serta digabungkan dengan kata sejenis (melalui perantara huruf athaf)."
![]() |
Tabel Contoh Isim Tatsniyah dalam Bahasa Arab: Bentuk Ganda yang Baku |
Baca Juga: Isim Tasniyah: Definisi, Fungsi, Anggota dan Contohnya
Hal yang sama terjadi pada bentuk jamak, yang pada dasarnya juga berasal dari pengulangan lebih dari dua. Akan tetapi, karena pengulangan seperti itu dianggap kurang praktis, maka bahasa Arab pun mengembangkan bentuk jamak tersendiri. Berikut definisinya:
ما سلم فيه بناء الواحد
"Kalimat yang utuh bentuk dasarnya (dan hanya saja ada penambahan di akhir kalimatnya berupa huruf wau/ya dan nun).
![]() |
Tabel contoh Jamak Muzakkar Salim |
Tiga Alasan Kasrah pada Nun Tatsniyah
Ada beberapa alasan mengapa nun pada tatsniyah diberi harakat kasrah, sementara nun pada jamak tidak. Tentu saja hal ini untuk menunjukkan perbedaan, namun mengapa harus seperti demikian?, berikut alasannya.
Baca Juga: Contoh Jamak Muzakkar Salim, Pengertian dan Syaratnya
1. Frekuensi Penggunaan
Tatsniyah lebih sering dipakai dibandingkan bentuk jamak, terutama dalam percakapan sehari-hari. Dalam kaidah bahasa Arab, sesuatu yang lebih sering dipakai cenderung diberi bentuk yang lebih ringan diucapkan. Karena kasrah lebih ringan dari fathah dalam pelafalan, maka bentuk tatsniyah diberi kasrah pada huruf nun-nya.
2. Keserupaan dengan Tā’ Ta’nīts (Tanda Feminin)
Dalam bahasa Arab, tā’ ta’nīts (ـَة) yang menunjukkan makna feminin juga ditambahkan pada bentuk tunggal dan selalu didahului oleh harakat fathah. Karena bentuk tatsniyah juga merupakan tambahan dari bentuk tunggal, maka secara bentuk dan fungsi mirip dengan tā’ ta’nīts, dan layak untuk mengikuti pola serupa. Maka, nun pada tatsniyah diberi kasrah sebagai bentuk harmonisasi.
3. Adanya Alif Sebelum Nun dalam Tatsniyah
Dalam bentuk raf‘, tanda tatsniyah adalah alif dan nun. Dalam bahasa Arab, alif hanya bisa didahului oleh huruf berharakat fathah. Maka, agar bentuknya selaras, huruf sebelumnya difathahkan dan nun setelahnya dikasrahkan. Ini membuat bentuk akhir kata menjadi mudah dibaca dan dikenali.
Lalu Mengapa Nun pada Jamak Difathahkan?
Bentuk jamak mudzakkar salim, seperti "مُسْلِمُونَ" atau "مُؤْمِنُونَ", memakai wawu dan nun (ـُوْنَ) sebagai ciri jamak. Harakat fathah pada nun di sini dimaksudkan untuk membedakan bentuk ini dari tatsniyah secara visual dan fonetik. Selain itu, secara fonetik, penggunaan wawu yang diikuti oleh nun dengan harakat fathah menghasilkan suara yang lebih mengalir dan stabil.
Dengan memahami hal ini, kita tidak hanya lebih fasih dalam berbahasa Arab, tetapi juga semakin menghargai keindahan sistem linguistik yang terkandung di dalamnya.
* Jika tulisan ini bermanfaat, jangan ragu untuk membagikan ke teman-temanmu, ya! Dan tinggalkan komentarmu dibawah, karena satu komentar darimu bisa jadi penyemangat kami untuk terus menulis artikel bermanfaat lainnya.
- Asrarul al-Arabiyah
- Syarh Ibnu 'Aqil
Posting Komentar
0Komentar