Mengapa Ada Orang yang Tidak Suka Dikritik? Sebuah Renungan dalam Cahaya Islam

Pengembara Ilmu
By -
0
Seorang muslim menatap cermin yang retak ringan, wajahnya tenang dan bijak. Ilustrasi menggambarkan nasihat sebagai cermin perbaikan diri meski terasa menyakitkan.
Ilustrasi Cermin Retak: Makna Kritik dan Penerimaan dalam Islam


Kritik adalah cermin. Ia memantulkan sesuatu yang mungkin tak kita lihat sendiri. Namun tak semua orang senang bercermin, apalagi jika yang tampak adalah kekurangan.


Di tengah kehidupan modern yang penuh interaksi sosial—baik langsung maupun digital—sikap terhadap kritik menjadi tolok ukur kematangan seseorang. 


Dalam Islam, menerima nasihat dan memperbaiki diri adalah bagian dari akhlak yang mulia. Lalu, mengapa ada orang yang begitu sulit menerima kritik?


Sifat Manusia dan Keengganan terhadap Kritik

Islam telah mengakui bahwa manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan penuh kekurangan. Allah berfirman:

وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا

“Manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)


Secara fitrah, manusia ingin dihargai, dicintai, dan dilihat baik oleh orang lain. Ketika kritik datang, apalagi dalam bentuk yang tajam atau tidak bijak, ego pun bereaksi: menolak, marah, atau membalas.


Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa jiwa manusia memiliki “hijab” yang bisa menutupi kebenaran jika tidak dibersihkan oleh ilmu, adab, dan muhasabah.

Baca Juga: Dakwah di Simpang Jalan: Antara Seruan Ilahi dan Godaan Popularitas

Kisah Nabi Isa ‘Alaihissalam dan Empat Tengkorak

Dalam kitab Tanbīh al-Ghāfilīn karya Abū al-Layṡ al-Samarqandī, disebutkan sebuah kisah menakjubkan dari Nabi Isa ‘alaihissalam yang berkaitan erat dengan respons terhadap kritik dan nasihat.


Nabi Isa ‘alaihissalam pernah berjalan bersama para sahabatnya dan mendapati empat tengkorak manusia. 


Allah mewahyukan kepadanya agar mencongkel masing-masing tengkorak itu, lalu memukulnya untuk menguji keras atau lembutnya kepala (sebagai simbol keras atau lembutnya hati).


Nabi Isa pun melakukannya:

  1. Tengkorak pertama: dipukul, tak tembus — keras sekali.
  2. Tengkorak kedua: sedikit tembus, tapi memantul kembali — sedikit menerima, lalu menolak.
  3. Tengkorak ketiga: tembus namun retak-retak, tanda hati yang sedang digoyang antara menerima dan menolak.
  4. Tengkorak keempat: langsung tembus dan hancur lembut — simbol hati yang lapang menerima kebenaran.
Ilustrasi digital klasik menampilkan empat tengkorak yang merepresentasikan manusia dengan tingkat penerimaan kritik berbeda, terinspirasi dari kisah Nabi dan cerminan sikap terhadap nasihat dalam Islam.
Ilustrasi Reaksi Berbeda Terhadap Kritik – Belajar dari Kisah Nabi



Lalu Allah menurunkan wahyu:

Tengkorak pertama adalah manusia yang sombong dan menolak nasihat. Tengkorak kedua adalah manusia yang awalnya menerima, tapi kembali kepada kesalahan. Tengkorak ketiga adalah orang yang sedang berjuang dengan egonya. Dan tengkorak keempat adalah hamba-Ku yang bersih hatinya, ia menerima kebenaran meski pahit.”


Kisah ini bukan hanya tentang fisik tengkorak, tapi simbol dari hati dan sikap kita terhadap nasihat dan kritik.

Baca Juga: Ketika Musibah Datang: Kita Minta Kemudahan atau Ketabahan

Kritik sebagai Jalan Perbaikan

Dalam Islam, menerima kritik—jika itu benar—adalah bagian dari tawadhu’ (rendah hati). Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

“Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim)

Bahkan, Umar bin Khattab pernah berkata:

رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي

“Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aibku.”



Ini menunjukkan bahwa orang yang mencintai kebaikan akan bersyukur bila dikritik dengan baik, karena itu membantu mereka menuju kebenaran.


Mengapa Kita Perlu Belajar Menerima Kritik?

  1. Karena kita tidak sempurna.
    Hanya dengan masukan kita bisa tahu kekurangan.

  2. Karena kritik adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.
    Menolak kritik bisa menjadi awal dari kejatuhan hati.

  3. Karena Allah mencintai orang yang mau berubah.

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

            “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah                     keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)


Mari Lembutkan Hati!

Mari kita renungkan: Apakah hati kita keras seperti tengkorak pertama? Ataukah lembut seperti yang keempat?


Jika hari ini kita sulit menerima masukan, jangan terburu menyalahkan orang lain. Mungkin Allah sedang menguji seberapa besar kejujuran kita dalam menginginkan kebenaran.


Semoga kita termasuk golongan yang hatinya lembut dan lapang dalam menerima kebenaran, dari siapa pun datangnya.


* Jika tulisan ini bermanfaat, jangan ragu untuk membagikan ke teman-temanmu, ya! Dan tinggalkan komentarmu dibawah, karena satu komentar darimu bisa jadi penyemangat kami untuk terus menulis artikel bermanfaat lainnya.

Posting Komentar

0Komentar

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*